Monday, 7 January 2013

Rumpun tetangga

Yak, postingan ini disponsori oleh film Habibie & Ainun. Saya merinding banget nonton film ini. Dari awal udah kaget lihat akting Reza Rahadian, gak nyangka gestur dan cara berbicaranya semirip itu sama Pak Habibie, mantap sekali! :') Semalam sebelumnya saya baru nonton Perahu Kertas 2, jadi lihat Reza Rahadian di dua karakter yang berbeda selang sehari itu rasanya... wow. Oke, fokus, bukan Reza Rahadian yang mau saya bahas di sini wkwkwk. 
Sudah beberapa kali saya diperlihatkan kemajuan teknologi di beberapa film yang saya tonton. Kemajuan yang mendatangkan manfaat bagi orang banyak, baik itu dalam bidang kesehatan, transportasi, dan bidang lainnya. Begitu pula di film Habibie & Ainun ini. Saya disuguhi kejeniusan Pak Habibie dalam teknik mesin. Membuat sistem yang mampu menahan berat 200 ton (maaf kalau saya salah tangkap, fisika saya menyedihkan T_T), diakui kehebatannya oleh Jerman, dan saat kembali ke Indonesia beliau merancang pesawat terbang. Rasanya......saya kerdil sekali. *ini mulai berkaca-kaca pas nulis* Bukan maksud saya lancang membandingkan apa yang sudah beliau lakukan dan siapa saya serta apa yang saya lakukan (karena jelas pada kenyataannya saya belum ngapa-ngapain), tapi mendadak saya merasa kerdil ada di rumpun ini. Setiap kali usai menonton film yang menyajikan kehebatan eksakta, rasanya saya... kosong sekali. Saya mendadak ragu dengan apa yang akan saya tekuni untuk minimal 4 tahun ke depan. Saya belajar apa? Manfaatnya apa? Saya gak bermaksud menyangsikan prodi yang saya pilih, tapi ketika melihat banyak orang di luar sana yang mengembangkan sesuatu, menciptakan berbagai hal yang mendatangkan kebermanfaatan bagi massa, mengulik dan memahami alam beserta partikel-partikelnya, saya merasa saya gak bisa apa-apa. Kecil banget...
Saya gak menyesali pilihan saya untuk berada di rumpun ini. Saya pernah merasakan berada di rumpun itu, meski lingkupnya lebih umum saat SMA. Saya memang bertahan, tapi kalau harus dijadikan mayor, saya gak akan tahan, atau gak bisa, atau gak mau. Berada di sini memang pilihan, tapi ketika melihat rumpun sebelah...saya masih suka berharap saya mengerti. Berharap logika saya jalan dan ga harus seterseok-seok itu untuk bertahan saat di SMA sehingga mungkin bisa mempertimbangkan institut yang itu. Istighfar woy haha. Yak, rumpun tetangga memang selalu terlihat lebih hijau muahahehahe.
Intinya sih, yok bersyukur bersyukur :') 
Mau mengulang dikit apa yang pernah saya tulis di sini:

“Nggak ada waktu mengharapkan hal-hal yang nggak kita miliki,
kita cuma bisa mencari jalan terbaik buat bertarung sesuai kemampuan yang kita miliki.
Buat seumur hidup kita.”
(Youichi Hiruma – Eyeshield 21)

Ah, ranca bana.


Oh iya, quotes yang nempel di kepala dari film Habibie & Ainun: 

*surat dari kolega saat Pak Habibie sakit di Jerman* 
"Cepat sembuh, Rudi. Jerman membutuhkan kamu."

dan yang paling menguras emosi *hayaah*

Ucapan Pak Habibie kepada Ibu Ainun:
"Untuk ini (sambil menunjuk pesawat yang pernah beliau buat dan akhirnya tidak digunakan lagi), saya kehilangan banyak waktu untuk kamu. Untuk anak-anak." 

......................................................................*nangis*

No comments:

Post a Comment